Agung “Tato” Suryanto: Perupa yang Tak Puas Jadi Arsitek

Tidak puas menjadi arsitek, Agung Suryanto atau populer dipanggil Agung Tato, menceburkan diri sebagai perupa. Dia mulai kuliah lagi di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya, baru lulus tahun lalu, namun prestasinya sudah menoreh di kancah seni rupa nasional. Desember tahun ini, Agung bersiap-siap pameran di Wendt Galery, New York, sebagai bagian dari hadiah Jakarta Art Award (JAA) 2010, yang memilihnya sebagai salah satu dari delapan pemenang.

Tahun 2010, kembali memberi berkah bagi Agung Tato. Awal November, meraih juara kedua lomba patung out door tingkat nasional di Pandaan. Dan disusul Penghargaan Seniman dari Gubernur Jawa Timur.

JAA 2010 adalah ajang kompetisi seni lukis tingkat internasional yang diadakan setiap dua tahun sejak 2006. Pada tahun 2010 ini, terdapat 2.500 karya dari 762 seniman lokal maupun mancanegara. Karya terbaik di JAA 2010 diraih oleh Putu Wirantawan dari Bali, sedangkan Agung ‘Tato’ Suryanto (City of Tomorrow) karyanya mendapatkan anugerah sebagai ‘karya terpilih’. Tahun 2008, Agung juga menjadi salah satu pemenang dengan katagori “Penghargaan Khusus”. Sebelumnya, arsitek lulusan Untag Surabaya yang kini menjadi dosen seni rupa STKW Surabaya ini pernah meraih pemenang kedua Indofood Art Award Tahun 2002.

Pameran tunggalnya tercatat: 2002 ‘Metamorfosa’ Patung Instalasi, Galeri 66 Surabaya 2006 ‘The Watchers’ Installation Project, Graha Pena Surabaya 2008 ‘Biru Dalam Seni Patung’, Tugas Akhir, Ruang kaca STKW, Surabaya. Sementara pameran bersama di Philo Art Space, D’peak Art Space, Edwin Gallery dan TIM Jakarta, dan Sozo Art Space Surabaya, Surakarta dan Surabaya.

Selama ini Agung memang mengerjakan seni lukis dan patung. Sejumlah karya patungnya berupa manusia ukuran sesungguhnya sampai kini masih dipajang di atas ruang redaksi Jawa Pos di Graha Pena. Padahal, ketika dibeli Dahlan Iskan tahun 2005 dulu, rencananya hanya setahun dipajang di situ. Kini Agung tidak lagi mau membuat patung berupa manusia. Barang-barang rongsokan dari motor bekas dan material besi alat transportasi digunakannya sebagai bahan baku patungnya. Hal ini dikerjakan sebagai “selingan” dari proses melukisnya yang butuh waktu lama. “Satu lukisan bisa selesai dua bulan,” ujarnya saat ditemui di studio seni rupa di kampusnya.

Karya lukisannya kini juga “tanpa manusia” sama sekali. Agung melakukan dekonstruksi yang tak didapatkannya ketika menjadi arsitek dan bekerja untuk pengembang. Menurutnya, arsitek sering dipahami banyak orang sebagai building, dan Agung hanya mengambilnya sebagai konsep. Dengan konsep arsitektural itulah dia menjungkirbalikkan deskripsi sebuah kota dalam lukisannya.

Wacana humanity sudah mati, katanya. Namun justru di lukisan tanpa manusia itulah kehadiran manusianya malah lebih terasa. Karena orang cenderung akan mencari sosok manusia di tengah bentuk-bentuk bangunan yang jungkir balik karena tidak mengenai gravitasi itu. Lukisan seperti ini, katanya, tidak lagi penting menentukan mana bagian atas dan bawah. Terserah yang memajangnya saja. Bahkan, sudah lama Agung tidak mencantumkan tanda tangan sama sekali di atas lukisannya. Sebagai identitas, dia menuliskan nama lengkap, bulan dan tahun pembuatan lukisan di balik kanvas. Agung memang sengaja menampilkan karya “anonim” sebagaimana estetika Timur yang menolak individualism.

Satu lagi yang menarik, lukisan-lukisannya kini dibuat sangat detil, banyak menggunakan pensil, hanya sebagian saja akrilik untuk pewarnaan. Pantas lama mengerjakannya. Bukan tanpa alasan Agung mengerjakan seperti ini. “Saya mau orang tidak hanya selintas saja melihat lukisan saya. Tidak sambil lalu saja. Setiap inchi ada detil yang menarik diperhatikan,” ujarnya.

Ditanya soal obsesinya, Agung menginginkan kota Surabaya ini memiliki patung kontemporer sebagai salah satu ikonnya. Jangan hanya patung manusia berteriak dengan senjata di tangannya saja. Jakarta sudah memulai sejak lama. Surabaya tertinggal jauh.

Lahir di Surabaya, 24 Mei 1970, Agung berdomisili di Jl. Sukomanunggal Jaya 9/ 17 Surabaya -60188, Jawa Timur, Indonesia,(031) 731 21 85, 0852 300 50732, Email: aguxtt@yahoo.com

naskah dan foto: henri nurcahyo

Tinggalkan komentar