Aksi Teatrikal Meimura di Balai Pemuda (1)

Berpakaian ketat menutup seluruh tubuh, berkaos kaki, bertopi dan wajah ditutup masker bedak putih, Senin pagi itu (27/11) Meimura mengendarai sepeda kuno. Dramawan senior Surabaya itu melakukan aksi sendirian dalam bentuk aksi teatrikal tunggal di halaman depan masjid As Sakinah Balai Pemuda yang sebagian besar sudah berupa puing-puing. Penggerak ludruk ini mengendarai sepeda diantara tonggak-tonggak, melambaikan tangan kepada setiap orang, kadang sepeda tersandar dan dia terduduk payah, kemudian berdiri memandang kubah Balai Pemuda yang angkuh.

Sepeda tua itu lantas dilajukan ke luar Balai Pemuda, mengarus di jalan Gubernur Suryo, berbelok ke Jalan Yos Sudarso, dan parkir di depan pintu masuk gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya. Pendiri Teater Ragil itupun menuju penerima tamu dan bertanya, “Pak Ketua DPR apa sudah datang?”

Dua anak muda, lelaki dan perempuan itu menggeleng. Ketua DPRD belum datang, katanya. “Tadi ada orang yang juga kesini kan? Berpakaian pejuang? Juga bertanya ketua DPRD. Jadi sampai sekarang belum hadir juga?” tanya Meimura.
Lelaki berpakaian pejuang yang dimaksudkannya itu adalah dirinya sendiri, datang ke penerima tamu, dan mendapat jawaban yang sama. Maka Mei lantas mengeluarkan uneg-unegnya, “jadi sampai jam segini Pak Ketua belum datang ya? Lalu siapa yang bisa mewakili untuk menemui saya?” Pertanyaan ini tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. “Nanti kalau ada orang ke sini lagi dan bertanya soal Pak Ketua, kalian harus jawab yang benar yaa.” kata Mei. “Saudara-saudara, Ketua DPRD belum hadir, dan tidak ada yang mewakili untuk menemui.” Mei melangkah pelan keluar ruangan, menaiki sepedanya kembali, menyusur jalan Yos Sudarso dan Jalan Gubernur Suryo, melawan arus, dan kembali memasuki areal Balai Pemuda, berhenti di sekretariat Dewan Kesenian Surabaya (DKS).

Apa yang dilakukan Mei di atas adalah bagian kedua dari aksi teatrikal tiga bagian. Sebelumnya dia mengenakan pakaian pejuang, membawa bendera merah putih, mengendarai sepeda kuno, dan juga memasuki gedung DPRD Kota Surabaya. Ketika dia melewati anak-anak pelajar yang duduk-duduk di teras Perpustakaan Kota Surabaya, Mei bertanya perihal apa yang terjadi di Balai Pemuda. Soal masjid yang dibongkar. Ternyata mereka mengaku tidak tahu apa-apa. – bersambung (hnr)

Tinggalkan komentar